Unik

Wow, Usia 66 tahun, Nenek ini Masih Kuat Bekerja Sebagai Tukang Gali Sumur

MUARA ENIM – Nenek ini pantas dijuluki The Amazing Grandmother. Di usianya yang telah 66 tahun, Tumini masih sanggup menerima order menggali sumur. Ditemui di rumahnya di Jalan Kirab Remaja Rt 01/05 Kelurahan Air Lintang, Kecamatan Muara Enim, Sabtu (26/3). Tumini berpenampilan tomboy dengan rambut pendeknya yang memutih.

Nenek enam cucu ini berbagi kisah hidupnya sebagai penggali sumur. Tumini yang akrab disapa Wak Tum ini bekerja sebagai penggali sumur sejak tahun 1975. Pekerjaan yang lazim dikerjakan kaum pria ini dilakukan oleh Tumini dengan senang hati.

Alasan utama bekerja menggali sumur sebagai hobi. Awalnya sejak muda, Tumini memang lebih suka pekerjaan lelaki ketimbang perempuan. Dulu sewaktu muda, dia minta pekerjaan sama kakak laki-lakinya yang bekerja sebagai pemborong. Dia pun dengan senang hati membantu dengan mengangkut tanah galian memakai gerobak untuk dinaikkan ke truk.

Bahkan, dalam satu hari dia sanggup sendirian memuat tanah penuh ke dalam sebuah truk. Kemudian, pekerjaan sebagai penggali sumur ditekuninya. Banyak yang meminta jasanya untuk menggali sumur.

“Kalau untuk gali sumur, mungkin sudah lebih 500 sumur saya gali. Bukan di Muara Enim saja. Di Palembang juga pernah,” terang Tumini yang memperlihatkan galian sumur di belakang rumahnya.

Nenek Tumini Si Penggali Sumur
Nenek Tumini Si Penggali Sumur.

Menemukan Emas dan Peninggalan Zaman Kuno

Ada pengalaman unik saat dia diminta menggali sumur di sekitar Gua Jepang di Palembang tahun 1986. Tanahnya mirip serbuk emas, banyak perempuan yang membawa berember-ember ke rumah. Dinding gua di situ coran tanahnya tebal dan salurannya ke Charitas (Rumah Sakit di Palembang). Saat digali, ada patung gajah belalainya terpotong. Setelah dibawa ternyata emas murni. Ada juga seperti boneka, tetapi diminta sama ibu yang punya rumah.

Dia pun pernah mengalami kecelakaan saat menggali sumur bersama rekannya. Kepalanya pernah tertimpa batubata yang jatuh dari ember setinggi hampir 12 meter. Selain gali tanah sumur, Tumini juga sekaligus memasang dinding sumur. Nah, kalau tidak ada orderan kerja gali sumur, Tumini bekerja ngrumput-ngrumput dan mencari barang rongsokan.

“Kalau ada yang panggil gali sumur ya langsung pergi lagi. Tapi sekarang musim hujan, jadi kalau mau gali sumur nunggu kemarau. Satu kali gali sumur diupah Rp450 ribu setiap kedalaman satu meter. Satu sumur biasanya selesai setengah bulan dengan kedalaman 10 meter,” ujar Tumini.

Kenapa bisa kuat begini? “Mungkin karena Bapak saya dulu kepingin punya anak laki-laki. Sudah punya 6 anak, tapi perempuan semua. Baru anak ke-7 anak laki-laki, anak ke-8 pingin laki-laki, tapi lahirlah saya. Jadi saya anak ke-8. Istilahnya nang-no, idak lanang idak betino,” ujar Tumini.

Pakaiannya pun ingin seperti laki-laki. Waktu lagi tinggal di asrama, dia disuruh jualan sayuran, ikan dan dagang minyak lampu, tapi tidak bisa.

“Bapak saya Letnan Muda jaman Jepang. Saya lahir di Tanjung Karang, Lampung. Terus bikin akte kelahiran di Palembang 21 Agustus 1950. Bapak saya berharap saya lahir tanggal 17 biar dapat penghargaan Presiden Soekarno. Umur 6 tahun, aku sekolah Taman kanak-kanak gurunya orang Belanda. Sekolahku cuma tamat Sekolah Rakyat,” ungkapnya.

Almarhum kedua orang tua Tumini bernama Abdul Gani dan Nurimah. Ayahnya pernah menjabat Camat Gelumbang tahun 1961-1963. Sedangkan suaminya Tjastra (purnawiraan Kopral Satu TNI AD).

Saat bekerja sebagai penggali sumur, suaminya dulu sempat melarang. Tapi pekerjaan gali sumur terus dilanjutkan, dan anak-anaknya pun mendukung pekerjaannya.

“Suami saya dulu bilang isin (malu, red), pakai gerobak roda dua itu,” kenangnya.

Tumini tidak merasa risih dengan pandangan orang terhadap dirinya yang melakukan pekerjaan laki-laki. Namun, dia pernah jengkel dipanggil bapak.

“Pernah waktu saya datang melayat ke rumah orang. Waktu itu saya dipanggil bapak. Terus saya dekati ibu itu, lalu saya jelaskan, akhirnya dia bilang, ‘Oh maaf Bu, saya kira Bapak,” ucapnya.

Menurut Tumini, dulu cita-citanya ingin jadi tentara atau Polwan karena dulu jarang yang mau jadi tentara atau polwan. Perempuan sekarang banyak yang sekolah tinggi, tapi cari kerja susah. ‘Waktu zaman saya muda, tidak enak, tidak bebas seperti sekarang. Tapi heran, mental perempuan sekarang kok lemah, mereka juga banyak yang usil,” terangnya.

Di hari tuanya, ibu lima anak ini tetap menjalani hidup optimis. Suaminya yang tentara sudah meninggal tahun 2008.

“Dia (suami) orang Jatibarang, Indramayu, pensiun tahun 1983 dan wafat di sana. Pangkat terakhirnya Kopral satu. Pensiunannya dapat Rp1,2 juta sebulan. Tapi karena kami ada pinjaman di Bank untuk membangun rumah, jadi sisa pensiun yang kami terima tinggal Rp120 ribu sampai sekarang,” imbuhnya. (amr)

Tampilkan lebih banyak

Artikel terkait

Tinggalkan Komentar dan Diskusi Disini

Silahkan berkomentar dan berdiskusi. Bebas, namun tetap beretika. Diskusi atau komentar hendaknya masih berkaitan dengan artikel mengenai "Wow, Usia 66 tahun, Nenek ini Masih Kuat Bekerja Sebagai Tukang Gali Sumur". Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab Anda! Klik tombol DISKUSI dibawah.

Back to top button
error: Content is protected !!