Prostitusi Artis Dinilai Bukan Tindakan Perdagangan Manusia
Kasus prostitusi artis nampaknya kian marak terjadi di Indonesia. Beberapa waktu lalu, seorang wanita dengan inisial NM yang merupakan finalis dari miss Indonesia tahun 2014, bersama dengan managernya berinisial F, dan terduga mucikari berinisial O, diamankan oleh Bareskrim Polri karena diduga terlibat kasus prostitusi artis online.
Tindak pidana prostitusi online tersebut menyebabkan F dan O terjerat pasal TPPO atau pasal tindak pidana perdagangan orang, pasal 2 UU No. 21 tahun 2002. Sementara NM disebut-sebut hanya menjadi korban perdagangan manusia yang dilakukan oleh managernya yakni F dengan pihak mucikari yakni O.
Di sisi lain, beberapa pihak berpendapat bahwa penggunaan pasal 2 UU nomor 21 tahun 2007 dinilai merupakan undang-undang yang tidak tepat dalam menjerat pelaku yang terlibat kasus prostitusi artis. Pasalnya, UU tersebut membahas mengenai tidak pidana perdagangan orang atau TPPO yang dinilai berbeda dengan kasus prostitusi artis.
Umar Husin, seorang praktisi hukum mengatakan bahwa tindak pidana perdagangan orang itu dilakukan dengan cara kasar, dan tipu muslihat, dimana ada salah satu pihak yang dirugikan dan dipaksa tanpa persetujuan dari korban. Berbeda halnya dengan kasus prostitusi artis. Kasus prostitusi artis dianggap sebagai kasus yang tidak ada unsur human trafficking di dalamnya.
Ketika ditemui pada Sabtu (12/12) kemarin, Umar menambahkan bahwa kasus prostitusi artis ini merupakan bentuk kerjasama bisnis dua pihak, bukan tindakan perdagangan manusia. Hal ini karena pihak yang diduga sebagai ‘korban’, justru telah menyepakati kontrak tertentu sebelum melakukan bisnis prostitusi.
Aktivitas ‘jual beli’ pada kasus prostitusi artis muncul akibat adanya pihak yang merasa sebagai korban dan kemudian meminta pertolongan dari pihak ketiga untuk dicarikan pasar. Di sisi lain, Umar Husin menyatakan bahwa kasus ini tidak bisa dijerat dengan pasal TPPO. Berbeda halnya jika korban dibawa secara paksa oleh pihak ketiga yang kemudian dijual ke pihak lain, maka hal ini baru dapat dikatakan tergolong sebagai perdagangan orang yang kemudian bisa dijerat dengan pasal TPPO.