Serangan Amerika ke ISIS Diupayakan Hindari Warga Sipil
Washington – Menyusul terjadinya teror bom serta penembakan yang terjadi di Paris, Prancis pada 13 November lalu, Presiden Amerika Serikat Barrack Obama kian gencar melakukan serangan pada markas besar ISIS di Suriah. Namun, berdasar survei yang dilaporkan CBS News, serangan Obama kali ini dinilai masih lebih halus daripada saat Amerika Serikat membunuh Osama Bin Laden yang ditengarai sebagai pemimpin Al Qaeda, 2011 silam.
Dibanding dengan penyerangan gaya Rusia yang secara langsung tanpa diawali aba-aba terlebih dahulu, kali ini Obama justru terkesan hati-hati dalam memerangi ISIS. Dalam beberapa strategi penyerangan yang digunakan, tentara Amerika hampir selalu menyebar selebaran bahwa akan ada bom yang dijatuhkan dari pesawat.
Menurut pemerintah Amerika, hal ini dimaksudkan agar para sopir tangki minyak membaca selebaran tersebut dan bersiap kabur agar tidak menjadi korban. Selain itu, setelah selebaran disebarkan dari pesawat, sejumlah tentara Amerika yang menyamar di daratan juga akan berpura-pura lari dengan tujuan untuk menakuti sopir tangki dan secara tidak langsung menyuruh mereka berlari pula.
Diwartakan dari CBS News pada Selasa (24/11/2015), tentara Amerika bahkan akan menghentikan serangan apabila pada lokasi akan dijatuhkannya bom terlihat ada keberadaan warga sipil. Jika minimal terdapat lima orang yang dideteksi berada pada lokasi, maka serangan udara akan ditunda sampai warga tersebut dievakuasi atau meninggalkan lokasi.
Negara Prancis sendiri sudah lebih dulu menggempur ISIS melalui kapal induk yang berada di Mediterania Timur. Rusia juga telah menembaki markas ISIS di Suriah sampai dengan empat puluh dua kali. Semua serangan ditargetkan pada tangki minyak hasil selundupan ISIS yang akan dijual ke beberapa pasar gelap. Dalam tujuh hari terakhir, Amerika tercatat telah mengebom sampai hancur hingga lima ratus truk tangki.
Masih menurut polling dari CBS News, total hanya ada tiga puluh enam persen warga Amerika yang yakin jika Presiden Obama telah mengupayakan yang terbaik demi memerangi terorisme. Sementara dua puluh tiga persen lainnya percaya jika pemimpin mereka itu tahu akan strategi terbaik untuk menangani ISIS.